Minggu, 07 Februari 2021

Tipe Pendekatan Konseling

Antara behavior dan kognitif memiliki perbedaan dalam memandang perilaku manusia, karena behavior lebih menitikberatkan pada perilaku-perilaku yang nampak dilakukan seseorang sedangkan kognitif menitikberatkan pada pemikiran dan kepercayaan seseorang yang menimbulkan suatu perilaku. Hal itu pula yang menjadi faktor terbentuknya perilaku seseorang.


Langkah dalam melakukan konseling behavioral adalah:

1. Assesment, yaitu kegiatan menentukan masalah dan bertujuan memilih metode yang akan digunakan.

2. Goal setting, yaitu kegiatan menyepakati tujuan dan penyelesaian masalah.

3. Technique implementation, yaitu kegiatan konseling dengan mengimplementasikan atau melaksanakan teknik/metode yang telah ditentukan sebelumnya.

4. Evaluation termination, yaitu kegiatan mengevaluasi kegiatan konseling yang telah dilakukan.

5. Feedback, yaitu umpan balik bagi konselor agar lebih baik dalam konseling selanjutnya.


Langkah dalam melakukan konseling kognitif adalah

1. Mengingat (remembering)

2. Memahami (understanding)

3. Menerapkan (applying)

4. Menganalisis (analyzing)

5. Mengevaluasi (evaluating)

6. Mencipta (creating)


Singkatnya, perbedaan langkah antara konseling kognitif dengan behavior adalah fokus yang diperbaikinya. Kognitif fokus memperbaiki pemikiran dan kepercayaan yang dipegang konseli agar lebih baik. Sedangkan behavior lebih fokus pada perilaku dan kebiasaan.


Ciri-ciri individu yang sakit dan dapat dibantu dengan terapi CBT adalah:

1. Membuat kesimpulan sendiri tanpa didukung oleh fakta.

2. Memandang keadaan dari peristiwa-peristiwa buruk yang mengarah pada kekurangan.

3. Berlebihan dalam memandang sesuatu, terlalu menggeneralisasi. 

4. Memandang sesuatu dengan lebih besar atau lebih kecil dari yang seharusnya.

5. Menghubung-hubungkan hal di luar diri pada dirinya sendiri meskipun bisa saja hal di luar dirinya sama sekali tidak berhubungan.

6. Menetapkan gambaran seseorang berdasarkan kekurangan atau kesalaham di masa lampau.

7. Berpikir dikotomis, yaitu memandang sesuatu dengan mengkategorikan hitam-putih dari pengalaman baik atau ekstrem.


Langkah dalam melakukan pendekatan dengan teknik CBT adalah indentifikasi masalah pada konseli dengan asesmen, rekonstruksi kognitif dengan menanyakan kembali pada konseli mengenai pikiran-pikiran negatifnya, identifikasi dan koreksi dimana pasien diminta untuk mengidentifikasi dan mengubah pikiran disfungsional, mencatat pikiran, modifikasi perilaku, dan follow up. 


Langkah dalam melakukan pendekatan menggunakan REBT adalah bekerja sama dengan konseli, asesmen, mempersilahkan konseli untuk konseling atau terapi, mengimplementasikan program, evaluasi kemajuan, dan pengakhiran konseling saat tujuan sudah tercapai.


Jika teman-teman ingin melihat contoh konseling dengan teknik CBT, saya dan teman saya pernah membuat videonya dan teman-teman bisa mengaksesnya melalui link berikut.

https://youtu.be/n0FkIstrcl0


Referensi:

https://www.alomedika.com/tindakan-medis/psikiatri/cognitive-behavioral-therapy/teknik

http://abdrauf4060.blogspot.com/2012/12/teknik-konseling-dalam-pendekatan.html?m=1

Mengenal Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja menjadi salah satu jenis patologi sosial. Kenakalan remaja adalah perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja. Perilaku ini dikatakan menyimpang karena melanggar norma, nilai, dan hukum yang berlaku di lingkungannya.


Menurut Howard Becker (1966: 226-38) jenis kenakalan remaja dibagi menjadi empat macam, yaitu:

1. Kenakalan remaja-remaja per orangan adalah kenakalan yang dilakukan oleh satu orang saja, biasanya dilakukan oleh remaja yang mengalami masalah psikologis dari trauma di masa lalunya.

2. Kenakalan remaja berkelompok dilakukan dengan dukungan kelompok. Sebab masalahnya tidak terletak pada kepribadian individu atau keluarganya, tetapi pada unsur budaya dan lingkungan.

3. Kenakalan remaja terorganisir dilakukan oleh kelompok yang sudah terkembang secara diorganisir dengan formal. Kenakalan ini didasarkan pada norma yang berlaku dalam kelompok.

4. Kenakalan remaja situasional dilakukan saat ada momentum atau kesempatan untuk melakukan kenakalan. Berbeda dengan jenis-jenis sebelumnya yang memiliki akar masalah dalam, jenis ini sering kali memiliki akar masalah yang sederhana dan dangkal.


Salah satu kenakalan remaja adalah tawuran antarpelajar. Kasus ini sudah sering kali kita dengar dan tak jarang menimbulkan korban, baik korban luka maupun korban jiwa. Penyebab dari tawuran juga tidak karena satu hal. Menurut Kartini Kartono yang menggolongkan penyebab kenakalan remaja menjadi empat poin, yaitu biologis, psikogenis, sosiogenis, dan subkultur. Salah satu kasus yang saya ambil sebagai contoh adalah kasus tawuran antarpelajar di Depok ini.

https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/megapolitan/read/2020/07/21/10012351/tawuran-antarpelajar-di-depok-satu-remaja-kena-bacok-lalu-tak-sadarkan

Maka penyebab tawuran bisa masuk pada psikogenis dan sosiogenis karena siswa yang melakukan tawuran mendapat dorongan dari kelompoknya untuk membuktikan bahwa dirinya dan kelompoknya adalah yang paling baik dan lebih kuat dari kelompok lawan. 


Seandainya kita posisikan sebagai kenakalan dari empat poin, yaitu kenakalan individual, kenakalan situasional, kenakalan sistemik, dan kenakalan kumulatif, maka akan berkemungkinan seperti berikut:

1. Jika pelaku tawuran diposisikan sebagai kategori kenakalan individual, maka berkemungkinan ia memiliki gangguan psikologis seperti psikopat atau asosial. Bisa di bilang ia memiliki psikologi yang abnormal. 

2. Jika pelaku tawuran tadi diposisikan dalam kategori kenakalan situasional, maka ia memiliki psikologi yang normal. Akan tetapi, ia ditekan oleh kelompoknya untuk melakukan kenakalan remaja dengan contoh tawuran.

3. Jika pelaku tawuran diposisikan dalam kategori kenakalan sistemik, maka kenakalannya didukung oleh kelompok tanpa adanya tekanan. 

4. Jika pelaku tawuran diposisikan dalam kategori kenakalan kumulatif, maka penyebab ia melakukan kenakalan itu adalah karena banyaknya contoh di masyarakat.


Pelaku tawuran dapat dikategorikan penyimpangan perilaku asosial karena ia tau itu salah tapi masih tetap melakukan karena menganggap hal itu bisa membuatnya diakui oleh orang sekitar, dianggap lebih hebat dan kuat oleh kelompok lain.


Referensi:

Weya, Bas. (2015). Peran Orang Tua Dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja di Kelurahan Kembu Distrik Kembu Kabupaten Tolikara. Jurnal Holistik. Halaman 5-7.

https://dosensosiologi.com/jenis-kenakalan-remaja/