Minggu, 13 Desember 2020

Konseling Behavior dan Kognitif

 

Teori Behavior dan Kognitif memandang manusia terlahir dengan keadaan netral (tidak baik atau pun jahat), lahir dengan membawa kebutuhan bawaan, dan memperoleh tingkah laku melalui proses belajar selama hidupnya yang akan membentuk kepribadiannya sebagai individu.

Ada beberapa ciri yang menandakan individu sehat menurut teori Behavior dan Kognitif. Ini dikatakan oleh Beck & Weishaar (2008) Ciri-cirinya adalah:

  1. Membuat kesimpulan sendiri yang sewenang-wenang tanpa didukung oleh fakta yang ada.
  2. Abstraksi selektif, yaitu memandang keadaan dari peristiwa-peristiwa buruk yang mengarah pada kekurangan.
  3. Generalisasi yang berlebihan, yaitu memegang keyakinan ekstrim atas dasar satu peristiwa untuk peristiwa lainnya.
  4. Magnifikasi atau minimalisasi, yaitu memandang sesuatu dengan lebih besar atau lebih kecil dari yang seharusnya.
  5. Personalisasi, yaitu individu yang cenderung menghubung-hubungkan hal di luar diri pada dirinya sendiri meskipun bisa saja hal di luar dirinya sama sekali tak berhubungan.
  6. Labeling dan mislabeling, yaitu menetapkan gambaran seseorang berdasarkan kekurangan atau kesalahan di masa lampau.
  7. Berpikir dikotomis, yaitu membuat kategori hitam putih dari pengalaman baik atau ekstrim.

Ciri individu sehat adalah yang tidak memiliki tujuh poin sebelumnya. Itu berarti ia dapat membuat kesimpulan berdasarkan fakta yang sesuai, tidak memandang keadaan hanya dari peristiwa buruk saja, tidak mengaitkan satu peristiwa untuk peristiwa lainnya dengan ekstrim, memandang sesuatu dengan kadar yang sesuai kenyataan, tidak terlalu menghubungkan kejadian di luar diri dengan diri sendiri jika tidak didukung fakta yang sesuai, memandang seseorang secara utuh bukan dari satu kesan di masa lalu saja, dan berpikir lebih luas, tidak selalu memandang hitam dan putih.

Dalam melakukan konseling behavior dan kognitif, kita harus mengetahui sistematis tahapannya. Daam teori ini, ada lima langkah, yaitu:

1.  Assessment untuk menemukan apa yang sebenarnya terjadi pada konseli saat itu dan mengidentifikasi metode yang sesuai dengan perilaku yang ingin diubah.

2. Goal setting, yaitu mentukan tujuan konseling.

3. Technique implementation, yaitu menentukan teknik yang akan digunakan demi terwujudnya tujuan konseling.

4. Evaluation termination, yaitu menilai kegiatan konseling yang telah dilaksanakan mencapai tujuan konseling.

5. Feedback, yaitu memberikan umpan balik untuk membuat proses konseling selanjutnya lebih baik.

Konsep penting dalam teori ini adalah pandangannya terhadap kepribadian yang dihasilkan dari proses belajar dan pembiasaan yang telah dilakukan individu dan ditunjukkan dengan perilaku atau sikap yang tampak dan dapat dilihat. Jika ada perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku di lingkungannya dapat diperbaiki dengan melatih dan membiasakan perilaku yang sesuai. Teori ini lebih menekankan kepada pembentukan tingkah laku dari stimulus dan respon yang dapat diamat, dan tidak berhubungan dengan kesadaran.

Konselor berperan penghubung dan membantu konseli untuk merubah kebiasaan dan perilakunya. Konselor juga membuat suasana hangat dalam konseling agar berjalan dengan efektif dan menjaga interaksi dengan konseli agar dapat membuat kesimpulan dari kegiatan konseling yang akan diujikan dalam bentuk hipotesis. Konselor dan konseli juga sama-sama menentukan kapan dan seberapa sering mereka akan kembali bertemu.

 

Referensi:

Sakinah, Umul. (2018). Konseling Behavioristik dalam Membentuk Perilaku Mandiri Merawat Diri pada Tunagrahita. Jurnal Bimbingan Konseling dan Dakwah Islam. Vol. 15, No. 1. 2018

https://konselorwahyu.wordpress.com/2014/03/31/cognitive-therapy/

https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/23/pendekatan-konseling-behavioral/amp/