Teori Behavior dan Kognitif memandang manusia terlahir dengan keadaan
netral (tidak baik atau pun jahat), lahir dengan membawa kebutuhan bawaan, dan memperoleh
tingkah laku melalui proses belajar selama hidupnya yang akan membentuk
kepribadiannya sebagai individu.
Ada beberapa ciri yang menandakan individu sehat menurut teori Behavior dan
Kognitif. Ini dikatakan oleh Beck & Weishaar (2008) Ciri-cirinya adalah:
- Membuat kesimpulan sendiri yang
sewenang-wenang tanpa didukung oleh fakta yang ada.
- Abstraksi selektif, yaitu memandang
keadaan dari peristiwa-peristiwa buruk yang mengarah pada kekurangan.
- Generalisasi yang berlebihan, yaitu
memegang keyakinan ekstrim atas dasar satu peristiwa untuk peristiwa lainnya.
- Magnifikasi atau minimalisasi,
yaitu memandang sesuatu dengan lebih besar atau lebih kecil dari yang
seharusnya.
- Personalisasi, yaitu individu yang
cenderung menghubung-hubungkan hal di luar diri pada dirinya sendiri meskipun
bisa saja hal di luar dirinya sama sekali tak berhubungan.
- Labeling dan mislabeling, yaitu
menetapkan gambaran seseorang berdasarkan kekurangan atau kesalahan di masa
lampau.
- Berpikir dikotomis, yaitu membuat
kategori hitam putih dari pengalaman baik atau ekstrim.
Ciri individu sehat adalah yang tidak memiliki tujuh poin sebelumnya. Itu
berarti ia dapat membuat kesimpulan berdasarkan fakta yang sesuai, tidak
memandang keadaan hanya dari peristiwa buruk saja, tidak mengaitkan satu
peristiwa untuk peristiwa lainnya dengan ekstrim, memandang sesuatu dengan
kadar yang sesuai kenyataan, tidak terlalu menghubungkan kejadian di luar diri
dengan diri sendiri jika tidak didukung fakta yang sesuai, memandang seseorang
secara utuh bukan dari satu kesan di masa lalu saja, dan berpikir lebih luas,
tidak selalu memandang hitam dan putih.
Dalam melakukan konseling behavior dan kognitif, kita harus mengetahui
sistematis tahapannya. Daam teori ini, ada lima langkah, yaitu:
1. Assessment untuk menemukan apa yang sebenarnya terjadi pada konseli saat itu dan
mengidentifikasi metode yang sesuai dengan perilaku yang ingin diubah.
2. Goal setting, yaitu mentukan tujuan konseling.
3. Technique implementation, yaitu
menentukan teknik yang akan digunakan demi terwujudnya tujuan konseling.
4. Evaluation termination, yaitu menilai kegiatan konseling yang telah
dilaksanakan mencapai tujuan konseling.
5. Feedback, yaitu memberikan umpan balik untuk membuat proses konseling selanjutnya
lebih baik.
Konsep penting dalam teori ini adalah pandangannya terhadap kepribadian
yang dihasilkan dari proses belajar dan pembiasaan yang telah dilakukan
individu dan ditunjukkan dengan perilaku atau sikap yang tampak dan dapat
dilihat. Jika ada perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan nilai yang
berlaku di lingkungannya dapat diperbaiki dengan melatih dan membiasakan
perilaku yang sesuai. Teori ini lebih menekankan kepada pembentukan tingkah
laku dari stimulus dan respon yang dapat diamat, dan tidak berhubungan dengan
kesadaran.
Konselor berperan penghubung dan membantu konseli untuk merubah kebiasaan
dan perilakunya. Konselor juga membuat suasana hangat dalam konseling agar
berjalan dengan efektif dan menjaga interaksi dengan konseli agar dapat membuat
kesimpulan dari kegiatan konseling yang akan diujikan dalam bentuk hipotesis.
Konselor dan konseli juga sama-sama menentukan kapan dan seberapa sering mereka
akan kembali bertemu.
Referensi:
Sakinah,
Umul. (2018). Konseling Behavioristik dalam Membentuk Perilaku Mandiri
Merawat Diri pada Tunagrahita. Jurnal Bimbingan Konseling dan Dakwah Islam.
Vol. 15, No. 1. 2018
https://konselorwahyu.wordpress.com/2014/03/31/cognitive-therapy/
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/23/pendekatan-konseling-behavioral/amp/